Selasa, 27 Desember 2016

KRITIS ATAS AKAL BUDI PRAKTIS

KRITIS ATAS AKAL BUDI PRAKTIS

Pendorong Akal Budi Praktis Murni
Dasar nilai tindakan bermoral adalah bahwa hukum moral secara langsung harus menentukan kehendak. Pendorong adalah suatu penentu kehendak subjektif dimana akal budi secara alamiah tidak serta-merta menyesuaikan diri dengan hukum objektif:
Bahwa sama sekali tidak ada pendorong yang dapat diletakkan pada kehendak ilahi
Bahwa pendorong (moral) kehendak manusia (semua makhluk rasional yang diciptakan) hanya merupakan hukum moral.
Dasar penentu objektif pada saat yang bersamaan bersifat eksklusif dan secara subjektif merupakan dasar penentu tindakan yang cukup memadai, keduanya ini tidak hanya sebagai kitab hukum melainkan sebagai semangat.
Tujuan memasukkan pengaruh hukum moral kepada kehendak, tidak ada yang tertinggal, kecuali menentukan secara hati-hati dengan cara hukum moral menjadi pendorong, karena hukum moral merupakan pendorong, melihat apa yang terjadi pada hawa nafsu manusia sebagai konsekuensi dari dasar penentu ini.
Poin mendasar dalam semua determinasi kehendak melalui hukum moral  adalah sebagai satu kehendak bebas, sehingga bukan hanya tanpa bekerja sama dengan dorongan inderawi melainkan juga menolak kesemuanya dan mengecek semua kecenderungan sejauh mereka bertentangan dengan hukum. Sejauh ini hukum moral sebagai satu pendorong hanya berefek negatif, semua kecenderungan  dan setiap rangsangan inderawi yang didasarkan atas perasaan dan eferk negatif. Melihat bahwa hukum moral sebagai suatu dasar determinasi kehendak, dengan mengabaikan semua kecenderungan, yang menghasilkan satu perasaan yang dapat disebut dengan rasa sakit.
Jadi hukum moral sebagai satu dasar penentu formal tindakan melalui akal budi praktis murni obkektif dari objek (dengan kejahatan atau kebaikan), juga merupakan satu dasar subjektif determinasi. Dengan demikian hukum moral menjadi pendorong bagi tindakan, karena memengaruhi sensibilitas subjek dan memengaruhi perasaan yang meningkatkan pengaruh hukum terhadap kehendak. Dalam subjek tidak ada perasaan yang cenderung mengarah pada moralitas, karena semua perasaan bersifat inderawi, yang merupakan basis semua kecenderungan yang melekat pada diri seseorang, melainkan  merupakan kondisi perasaan yang disebut dengan respek, dan yang menentukan perasaan ini terdapat pada akal budi praktis. Karena tidak dipengaruhi secara patologis, namun dipengaruhi secara praktis. Karena ide tentang hukum moral menghalangi pengaruh cinta diri dan delusi kesombongan diri, menghilangkan segala hambatan menuju akal budi murni dan menghasilkan sensibilitas, meningkatkan bobot hukum moral dalam penilaian atas akal budi dengan menghapuskan bobot tandingan hukum moral yang lahir dari satu kehendak yang dipengaruhi oleh sensibilitas. Dengan demikian penghargaan terhadap hukum bukan merupakan pendorong moralitas, melainkan moralitas itu sendiri yang secara subjektif dipandang sebagai satu pendorong sebagaimana yang dilakukan oleh akal budi praktis, dengan menolak semua klaim lawan tentang cinta diri, memberikan otoritas dan kedaulatan mutlak kepada hukum.
Penghargaan hanya berlaku bagi orang, tidak pernah berlaku bagi benda-benda. Benda-benda dapat membangkitkan kecenderungan atau gerak hati, dan bahkan  cinta, jika mereka adalah binatang, atau membangkitkan perasaan ketakutan sebagaimana laut, gunung berapi atau binatang buas, namun mereka tidak merangsang munculnya penghargaan. Sesuatu yang mendekati perasaan adalah kekaguman dan hal ini sebagai suatu emosi (rasa takjub) atas keindahan dan kekuatan namun itu bukan penghargaan. Seseorang dapat menjadi objek cintam rasa takut, dan kekaguman bahkan rasa takjub sekalian namun tidak menjadi objek penghargaan.
Penghargaan jauh dari sekedar rasa senang yang hanya diungkapkan dengan npenuh keseganan sebagai seorang manusia. Penghargaan terhadap hukum moral merupakan pendorong moral satu-satunya dan tidak diragukan, perasaan ini tidak diarahkan pada manusia, kecuali didasarkan pada hukum moral menentukan kehendak secara langsung dan secara objektif didalam penilaian akal budi.
Kesadaran akan kewajiban kehendak terhadap hukum, yang dipadukan dengan hambatan. Hukum yang mengatur dan mengilhami penghargaan, tidak ada hukum lain yang memasukkan semua kecenderungan untuk memengaruhi semua kehendak secara langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar